Tentang
menikah. Selama hampir 20 tahun ini, menikah menjadi hal yang tabu untuk
kubicarakan. Selama hampir 20 tahun ini ,menikah adalah sebuah hal yang diperbincangkan,
hanya sekedar untuk jadi bahan candaan. Bahwa fulan cocok dengan fulanah, si
Ikhwan itu sudah “payu”, si Akhwat sudah ada yang punya, dan lain sebagainya .
Dan selama itu pula, hanya sesekali aku serius untuk membicarakan masa depan
ku, dalam fase yang dinamakan menikah ini.
Menikah,
suatu fase dimana 2 insan akan bertemu dalam suatu ikatab suci yang akhirnya
akan berbagi segalanya satu sama lain, berbagi apapun, mulai dari waktu,
materi, hingga kehidupan. Mulai dari akad sampai akhirnya bertemu di surgaNya.
Fase dimana kita boleh melepas malu, melebihi malu kita kepada keluarga kita sendiri,
dan yang lebih penting adalah, fase dimana generasi baru akan muncul, dan dalam
perspektif kita sebagai da’i, adalah membentuk generasi yang Rabbani.
Namun
tentang diriku sendiri, akhir-akhir ini aku menjadi sedikit khawatir terkait
masa depan yang akan aku lewati nanti. Masalah simpel terkait berharap. Dari
waktu ke waktu, aku selalu berharap untuk dipertemukan dengan seseorang yang
selalu membuat ku bermimpi untuk menikahinya, membuatku bermimpi untuk
merancang hidupku bersamanya, tentang segala hal yang akhirnya akan aku lewati
bersamanya.
Namun
aku menyadari sesuatu, bahwa seperti yang di sampaikan oleh Mas Gun. Aku
seharusnya memperbaiki devinisi dari “Kamu”. Dimana “Kamu” yang sebenarnya
diridhai oleh Allah adalah bukan “Kamu” sebagai sebuah spesifik “Kamu” yang
kuharapkan. Tapi “Kamu” yang Allah harapkan adalah tentang sebuah visi besar,
bahwa dakwah tidak akan kuat jika sebuah keluarga hanya sebatas nafsu pelebur
syahwat. Bahwa “Kamu” yang Allah mau adalah “Kamu” sebagai sebuah proses yang indah,
tanpa ada kotoran dalam hati, ataupun noda yang meracuni pikiran dalam
hari-hari. “Kamu” yang Allah dan Ummi
mau adalah tentang membangun generasi yang kuat dengan diawali 2 orang insan
yang kuat pula, kuat dalam segala hal. Dan “Kamu” yang Allah mau adalah
tercermin dalam diri kita masing-masing, hingga pada akhirnya Allah akan
memberikan diri kita sendiri dalam bentuk orang lain, dan kunci nya adalah
satu, memperbaiki diri.
Dan
pada akhirnya, sama yang disampaikan Mas Gun, bahwa orang-orang dengan tujuan
yang sama, akan dipertemukan di jalan yang sama. Seperti dalam jalan tarbiyah
ini, ketika kita fokus pada visi yang sama, maka ditengah jalan, yakinlah bahwa
Allah akan memberikan teman hidup dalam mengarungi kehidupan ini, dan tentunya
dengan tujuan yang satu, mengharap ridha Allah.
Malang, 14 Mei 2017