Rabu, 20 September 2017

Pulang

      "...Bahwa mereka harus diizinkan untuk melanjutkan di tempat tinggal mereka dan tempat tinggal, baik di kota, pinggiran kota, atau bagian lain dari negara ini..."

      "...Bahwa masjid-masjid mereka, dan sumbangan keagamaan yang mendekati mereka, harus tetap seperti mereka pada zaman Islam..."

      "...Bahwa tidak ada Mu'adzin yang terganggu dalam undang-undang memanggil orang untuk shalat, dan tidak ada Muslim yang dianiaya baik dalam pelaksanaan ibadah sehari-hari atau dalam ketaatan-nya cepat, atau upacara keagamaan; tetapi jika seorang Kristen  ditemukan tertawa pada mereka, dia harus dihukum untuk itu..."

      Dan masih ada 64 perjanjian lainnya yang tercantum dalam Treaty of Granada. Setelah pemindahan kekuasaan granada dari pihak muslim ke pihak kriten. Pada tahun 1491, pihak muslim bersepakat untuk menyerahkan kota granada kepada kerajaan gabungan kastilla dan aragon. Karena tak kuasa membendung kepungan dari gabungan kerajaan besar tersebut.

         Maka sang Sultan dengan berat hati memberikan otoritas kekuasaan granada kepada kedua penguasa kristen tersebut, yaitu Issabella of Castilla dan Ferdinand of Aragon. Dilain sisi didalam perjanjian, Sultan meminta jaminan keamanan bagi orang-orang muslim kepada otoritas katolik Spanyol. Maka dimulai lah salah satu episode kelam dalam sejarah peradaban di dunia.

        Pada awalnya , perjanjian tersebut berlaku dengan baik. Otoritas kristen memperlakukan penduduk muslim spanyol dengan baik, tanpa ada diskriminasi dan lain sebagainya. Namun hanya sesaat perjanjian tersebut di injak-injak karena tidak ada pengawasan terhadap perjanjian tersebut, dilain sisi kaum muslim sudah tidak memiliki otoritas dan kekuasaan yang dipegang penuh oleh otoritas Kristen.

           Pada tahun 1499, Hernando de Talavera, seorang biarawan spanyol diangkat sebagai uskup agung Granada. Ia dikenal karena preferensi khotbah "Catholic reasoning" daripada "punishment and lashes." Ketika Ferdinand dan Isabella mengunjungi kota ini pada musim panas tahun 1499, mereka disambut dengan antusias oleh warga, termasuk umat Islam. Hal tersebut menjelaskan bahwa pada awal kekuasaan kristen pun, umat islam masih menyambut kekuasaan kristen dengan baik.

              Hingga pada tahun yang sama, kardinal Francisco Jimenez de Cisneros, uskup agung Toledo, tiba di Granada dan mulai bekerja bersama Talavera. Cisneros tidak menyukai pendekatan Talavera, dan mulai memenjarakan kelompok Muslim yang tidak kooperatif, terutama kaum bangsawan. Mereka ditekan hingga bersedia murtad. Didorong oleh meningkatnya angka pemurtadan, Cisneros semakin giat dan pada bulan Desember 1499 dia mengatakan kepada Paus Alexander VI bahwa tiga ribu umat Islam dikonversi dalam satu hari. Bahkan orang-orang Islam diberitahu anak-anak mereka nantinya harus diserahkan untuk dididik para pendeta Kristen. 

Penganut Baru Uskup Besar Ximenez Dari Orang Moor, Granada, 1500 dari Edwin Long (1829–1891) yang lukisannya menjadi saksi bisu pembaptisan umat Islam secara gencar. (https://id.wikipedia.org/wiki/Pemindahan_agama_paksa_umat_Muslim_di_Spanyol)


            Dilain sisi bagi seorang muslim yang tidak mau murtad, diberi pilihan untuk meninggalkan kota Granada, dalam konteks sekarang, hal ini dapat di samakan dengan kejadian yang terjadi di Myanmar yang menimpa kaum muslim rohingnya. Akhirnya banyak kaum muslim yang meninggalkan kota Granada dengan menyebrangi selat Girbaltar ketimbang menggadaikan Agama mereka.

              Dengan semakin kuatnya lembaga bernama Tribunal del Santo Oficio de la Inquisición, atau kita lebih mengenalnya dengan Inquisisi. Yang dalam perannya menghabisi paham-paham "Sesat". Serta monopoli otoritas oleh kekuasaan Kristen yang semakin menjadi-jadi. Pada tahun 1614 Raja Fellipe III mengusir Moriccos sebanyak 300.000 orang. Maka habis sudah kaum muslim yang tinggal di Granada, serta berakhirlah kependudukan muslim yang hampir 8 abad menguasai semenanjung Iberia.

             Maka Kawan-kawanku, Sebuah peradaban besar yang dibangun dengan hebat, yang selama 8 Abad itu telah menjadi "Lampu Eropa", telah kehilangan orang-orangnya. Mereka diusir dengan sangat kejam dan tidak manusiawi. Hal tersebut membuat saya menitikkan air mata kalau mengingatnya kembali.

             Mungkin bagi kita pulang adalah suatu hal yang mudah, dapat diagendakan dan menjadi hal yang biasa. Nikmat pulang menjadi hal yang mengena tapi belum masuk ke relung hati. Kita bisa membayangkan kawan-kawanku, saudara-saudara kita yang selama berabad-abad menjadikan spanyol tempat kembali, kemudian anak-anak dan cucu-cucu mereka hanya bisa membaca lembaran kesuksesan peradaban kakeknya, mereka hanya bisa mengatakan "Dahulu kumandang adzan pernah bergema disana" dan kepedihan lainnya yang sudah telanjur terjadi.

           Maka kita bersyukur kawanku, bahwa rumah kita, Indonesia kita masih dalam genggaman kita, tentu kita tidak rela hanya kita yang bisa pulang di bumi indonesia sedangkan anak cucu kita hanya bisa memandang dari kejauhan rumah "pendahulu" mereka. Kita jadikan  rumah kita menjadi surga bagi penerus kita, dimana setiap sudut kota ada adzan yang senantiasa berkumandang, menjadi rumah bagi penghafal Al Qur'an bagi anak cucu kita dan menjadi rumah terbaik untuk pulang bagi penerus kita kelak.



”Jika kamu (pada perang Uhud) mendapat luka, maka sesungguhnya kaum (kafir) itupun (pada perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) dan supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim.” (QS Ali Imran ayat 140)


22.00 
Rabu 20 September 2017

1. Inquisisi :  institusi pengadilan gereja yang didirikan oleh pasangan Monarki Katolik Raja Ferdinand II dari Aragon dan Ratu Isabella dari Kastilia, yang bertujuan untuk memelihara ortodoksi Katolik di Spanyol, dan mengadili perkara-perkara aliran sesat (https://id.wikipedia.org/wiki/Inkuisisi_Spanyol).

2. Moriccos : Sebutan bagi Muslim yang tinggal di kekuasaan Kerajaan Katolik Spanyol.