Abad 15
Kekuasaan
selalu dipergilirkan setiap masa nya, ada yang jatuh, ada juga yang bangun
merangkak berkembang. Ibarat bunga yang layu, serbuknya kemudian terbang ke
berbagai penjutu hingga akhirnya tumbuh menjadi kuncup yang baru.
Begitu
pula dengan pasang surutnya peradaban. Dibalik tangis nya Sultan Muhammad XII
disemenanjung Maroko atas runtuhnya singgasana Granada setelah bertahan selama
7 abad. Dibalik akhir dari sebuah peradaban di ujung barat eropa. Muncul sebuah
peradaban dengan nilai nilai Islam, menggantikan Islam yang runtuh di
semenanjung Andalusia, 12.368 Km jauhnya ada sebuah gugusan pulau yang sekarang
kita kenal dengan semenanjung Nusantara.
Di
latar waktu yang sama, bersamaan dengan berakhirnya kejayaan Andalusia, berdiri
kokoh kerajaan baru di semenanjung Nusantara tersebut, namanya Aceh. Sebuah
kesultanan penerus dari Kerajaan Islam pertama bernama Samudera Pasai yang
berdiri 2 abad sebelumnya. Kerajaan tersebut mencapai kejayaannya dengan jaringan
perdagangan internasionalnya. Disitulah Islam beralih dari semenanjung barat
eropa ke semenanjung barat Nusantara.
Selain
kemunculan Islam yang muncul dari barat Nusantara, Sebuah peradaban baru dengan
corak Islam juga muncul di semenanjung timur Nusantara, Kerajaan tersebut
bernama Maluku, diambil dari bahasa Arab yaitu Mulk atau Kerajaan. Semenanjung
tersebut dilimpahkan kesuburan yang luar biasa yang diabad selanjutnya
diperebutkan penjajah yang berusaha menjaring kekayaan tersebut.
Di
abad yang sama pula, terjadi sengketa didalam kerajaan besar bernama Majapahit.
Kerajaan Majapahit berada diantara Aceh dan juga Maluku yang merupakan salah
satu gugusan pulau di Nusantara yang bernama Jawa. Kerajaan tersebut terlibat
perang antara intrik kerajaan. Perpecahan tersebut kemudian memuncak ketika
terjadi perang yang bernama Perang Paregreg, Perang tersebutlah yang menjadi
sebab utama Kerajaan Majapahit mencapai keruntuhannya.
Ketika
perang tersebut berakhir, banyak kerajaan kerajaan kecil yang sebelumnya tunduk
pada Majapahit kemudian melepaskan diri dan menjadi bandar-bandar kecil. Karena
instabilitas tersebut, beberapa kerajaan juga dicaplok kerajaan kerajaan besar
lainnya, yang kemudian Majapahit mendekati kemundurannya secara bertahap.
Hingga
di akhir hayatnya, Majapahit mengalami kemunduran setelah mayoritas rakyat jawa
secara berangsur-angsung terislamisasi oleh akhlaq dari pedagang dari Timur
Tengah. Selain itu upaya Islamisasi juga dilakukan oleh Da'i yang khusus di
utus oleh kerajaan Islam dari timur tengah.
Para Da'i tersebut melakukan
dakwahnya kepada masyarakat jawa dengan cara-cara yang elegan, contohnya dengan
memberikan tempat belajar untuk masyarakat di tengah kecambuk perang yang
kemudian kita kenal dengan pondok pesantren. Selain itu para da'i tersebut juga
berdakwah dengan memasukkan nilai nilai Islam dalam hiburan-hiburan ditengah
masyarakat, seperti festival bernama Sekaten (Syahadatayn) ataupun dalam
sanggar pewayangan.
Dakwah dakwah sederhana tersebut
kemudian masuk ke kalangan kerajaan, dan puncaknya dapat mengislamkan seorang
bangsawan Majapahit yang dikenal Raden Patah. Imbasnya, beberapa dekade
selanjutnya munculah sengketa internal Majapahit antara Raden Patah, dan Raja
Brawijaya V, yang akhirnya dimenangkan oleh Raden Patah, sehingga secara resmi
berakhirlah kerajaan besar Majapahit yang berkuasa kurang lebih tiga abad.
Itulah
gambaran bagaimana Allah menggulirkan kekuasaannya dengan menggerus nilai lama
yaitu Budha dan Hindu, menjadi sebuah peradaban yang bercorak Islam. Sebuah
peradaban bercokol selama berabad-abad, berubah tanpa ada armada perang dari
luar yang masuk ke Nusantara.
Nilai-nilai
Islam pun kemudian berkembang dengan pesat, tanpa adanya perlawanan berarti
dari masyarakat Jawa asli. Islam masuk ke masyarakat Jawa dalam semua lini
kehidupannya menghapus nilai-nilai lama yang sebelumnya berkembang ditanah
jawa.
Contohnya dalam pengaruh tata kota, di telinga kita tentu kita mengenal alun-alun, dalam alun alun sendiri pasti terdapat beberapa perangkat yang muncul disekitarnya. Selain alun alun yang berbentuk lapangan luas berbentuk segi empat, di setiap sisi selalu ada pusat ekonomi, yaitu pasar, disisi lainnya ada pusat peribadatan yang berupa masjid dan kemudian yang kemudian yang terakhir ada pusat kota itu sendiri, bisa berbentuk keraton ataupun balai kota.
Adapun
nilai-nilai Islam juga memberi pengaruh bahasa. Beberapa istilah yang kental
dengan islam muncul seperti contohnya kosakata "Adil",
"Adab", "Rakyat", "Musyawarah", bahkan kata
"Selamat" dapat dikenal sampai sekarang. Kata kata yang sarat dengan
nilai dan peradaban muncul mewarnai serapan-serapan dalam Bahasa Indonesia yang
saat ini menjadi bahasa sehari-hari kita.
Selain
kedua sektor tersebut, masih banyak lagi nilai nilai islam yang kemudian
memberikan pengaruh besarnya. Seperti contohnya artektur yang sampai sekarang
mewarnai gaya pemukiman di Indonesia, ada lagi dalam aspek pendidikan dengan
adanya pondok pesantren dan kuttab-kuttab yang masih ada sampai Indonesia
merdeka, ada pula poin perundang-undangan bahkan dasar Negara Indonesia yang
kemudian menentang sekulerisme dan anti keagamaan.
Tidak
bisa dipungkiri bagaimana Islam sangat mempengaruhi nilai-nilai yang berlaku di
Masyarakat bahkan dapat dirasakan sampai sekarang.
Kemudian
di beberapa dekade ini ada beberapa pihak yang tidak senang dengan agama ini
kemudian memberikan serangan-serangan pemikiran yang berusaha memusnahkan Islam
dari bumi Bumi Nusantara. Dengan munculnya paham seperti nativisasi,
liberalisasi ataupun sekulerisasi.
Kita
sebagai bangsa Indonesia, tentu tidak mau nilai-nilai yang agung ini hilang,
dan menjadi sekedar sejarah kelam layaknya yang terjadi di Andalusia. Mari kita
jaga negeri ini, pewaris kejayaan Andalusia, hingga kemudian anak cucu kita
bisa merasakan Islam kembali berjaya seperti di masa lalu, atau bahkan bisa
menjadi pioner kebaikan bagi bangsa dunia di masa depan.
“Hai
orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya,
maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan
mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang
Mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan
Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah
karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha
Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Maaidah: 54)
Kota
Malang, 16 Mei 2019
11:57