Rabu, 04 September 2019

Pasir dan Gula Pasir

Di sebuah desa, beberapa truk pasir datang dengan muatannya yang penuh, pasirnya akan digunakan untuk membangun sebuah balai desa. Saking banyaknya, butuh orang-orang kuat yang kemudian harus memindahkannya di tempat pembangunan.

Lalu pak kepala desa memberikan pengumuman kepada para penduduk :

“Pengumuman kepada setiap pemuda dan bapak-bapak di desa, dalam rangka pembangunan balai desa, diharapkan bisa berpartisipasi semampunya, untuk membantu memindahkan pasir dari truk ke tempat pembangunan”

Maka, beranjaklah para pemuda dan bapak-bapak ini mengambil sekop mereka dan memindahkan pasir tersebut. Karena arahan dari kepala desa adalah semampunya, maka ada yang tumbang di sekopan kesepuluh, ada juga yang tumbang di sekopan yang keduapuluh, ketigapuluh dan seterusnya. Masyarakatpun pulang dengan perasaan puas, karena merasa sudah menggugurkan kewajiban mereka.

Beberapa bulan selanjutnya, ada kejadian menggegerkan, truk bantuan gula pasir datang ke desa tersebut. Gula pasir tersebuts saking melimpahnya dapat menghidupi kebutuhan desa tersebut selama berbulan-bulan.

Lalu seperti sebelumnya, pak kepala desa memberikan pengumuman kepada penduduk desa :

“Pengumuman, kepada seluruh penduduk desa, bisa mengambil gula pasir tersebut semampunya untuk keperluan rumah tangga masing-masing”

Lalu orang-orang desa pun datang, para pemuda dan dan bapak-bapak mengambil gula tersebut dengan semangatnya. Ada yang membawa dua ember, tiga ember dan seterusnya hingga mereka merasa capek dan gula pasir tersebut ludes habis. Akhirnya, masyarakat pulang dengan senyuman walaupun capek melanda mereka.
________
Maka temen-temen sekalian, dari kisah diatas, ada perbedaan yang mendasar antara kisah truk pertama dan kisah truk kedua. Yaitu nilai yang diperoleh dari penduduk kampung tersebut. Di truk pertama, kata semampunya berarti seadanya, sekenanya atau bahkan sekedar ikut saja berpartisipasi, yang penting kewajiban mereka terpenuhi.

Berbeda dengan truk pertama, truk kedua menyajikan nilai yang bisa dirasakan masyarakat secara langsung. Gula, untuk kebutuhan keluarga mereka. Maka semampunya bagi masyarakat adalah semaksimal mungkin yang dapat mereka raih. Mereka berfikir “Saya mampu ngambil banyak kok, kenapa gak sekalian aja”.

Dua contoh tersbut dapat jadi introspeksi bagi kita seorang muslim. Kadang apa yang dianggap kita cukup padahal rugi bagi kita. Contoh, Allah menjanjikan kita kebaikan yang lebih besar dari dunia dan seisinya, yaitu shalat fajar sebelum shubuh, tapi kita dengan entengnya datang ke masjid pas mepet, atau bahkan tidak shalat di masjid.

Contoh lain lagi, Allah menjanjikan 10 kebaikan setiap kita membaca 1 huruf Al Qur'an. Tapi bahkan sering Al Qur'an tidak kita ajak interaksi seharian. Kadang murabbi kita meminta kita untuk Tahfidz, menghafal Al Qur'an semampunya. Tapi baru saja kita merasa capek kita sudah menyerah begitu saja.

Coba ingat ketika Abdullah Azzam diminta gurunya untuk lari mengitari lapangan semampunya. Ketika kawan-kawannya tumbang kecapekan, Abdullah Azzam terus lari sampai akhirnya berhenti ketika pingsan.

Maka, malai dari sekarang, yuk coba ubah mindset kita, sengotot-ngototnya kita mengejar Dunia, mungkin yang kita sekop adalah sebatas pasir, yang kebaikannya hanya kecil bagi kita.
Kita ubah mindset kita untuk menyekop kebaikan-kebaikan yang Allah siapkan, kita sekop dengan tenaga semampu apa yang kita miliki. Karena yang di janjikan tidak tanggung-tanggung, yaitu surga. InsyaAllah.

“Sesungguhnya orang-orang yang berbuat kebajikan minum dari piala (berisi minuman) yang campurannya adalah air kafur, (yaitu) mata air (dalam surga) yang daripadanya hamba-hamba Allah minum, yang mereka dapat mengalirkannya dengan sebaik-baiknya” (QS. Al Insan : 5-6).

Abdurahman Al Faruq
4 September 2019/4 Muharram 1441
Cerita didapat dari Ustadz Ahmad Suyono, Ketua Ikatan Dai Malang, dengan sedikit modifikasi.