Di sebuah desa, beberapa truk pasir datang dengan muatannya yang
penuh, pasirnya akan digunakan untuk membangun sebuah balai desa. Saking
banyaknya, butuh orang-orang kuat yang kemudian harus memindahkannya di
tempat pembangunan.
Lalu pak kepala desa memberikan pengumuman kepada para penduduk :
“Pengumuman kepada setiap pemuda dan bapak-bapak di desa, dalam rangka pembangunan balai desa, diharapkan bisa berpartisipasi semampunya, untuk membantu memindahkan pasir dari truk ke tempat pembangunan”
Maka,
beranjaklah para pemuda dan bapak-bapak ini mengambil sekop mereka dan
memindahkan pasir tersebut. Karena arahan dari kepala desa adalah semampunya, maka
ada yang tumbang di sekopan kesepuluh, ada juga yang tumbang di sekopan
yang keduapuluh, ketigapuluh dan seterusnya. Masyarakatpun pulang
dengan perasaan puas, karena merasa sudah menggugurkan kewajiban mereka.
Beberapa
bulan selanjutnya, ada kejadian menggegerkan, truk bantuan gula pasir
datang ke desa tersebut. Gula pasir tersebuts saking melimpahnya dapat
menghidupi kebutuhan desa tersebut selama berbulan-bulan.
Lalu seperti sebelumnya, pak kepala desa memberikan pengumuman kepada penduduk desa :
“Pengumuman, kepada seluruh penduduk desa, bisa mengambil gula pasir tersebut semampunya untuk keperluan rumah tangga masing-masing”
Lalu
orang-orang desa pun datang, para pemuda dan dan bapak-bapak mengambil
gula tersebut dengan semangatnya. Ada yang membawa dua ember, tiga ember
dan seterusnya hingga mereka merasa capek dan gula pasir tersebut ludes
habis. Akhirnya, masyarakat pulang dengan senyuman walaupun capek
melanda mereka.
________
Maka temen-temen sekalian, dari
kisah diatas, ada perbedaan yang mendasar antara kisah truk pertama dan
kisah truk kedua. Yaitu nilai yang diperoleh dari penduduk kampung
tersebut. Di truk pertama, kata semampunya berarti seadanya,
sekenanya atau bahkan sekedar ikut saja berpartisipasi, yang penting
kewajiban mereka terpenuhi.
Berbeda dengan truk pertama, truk
kedua menyajikan nilai yang bisa dirasakan masyarakat secara langsung.
Gula, untuk kebutuhan keluarga mereka. Maka semampunya bagi
masyarakat adalah semaksimal mungkin yang dapat mereka raih. Mereka
berfikir “Saya mampu ngambil banyak kok, kenapa gak sekalian aja”.
Dua contoh tersbut dapat jadi introspeksi bagi kita seorang muslim. Kadang apa yang dianggap kita cukup padahal rugi bagi kita. Contoh,
Allah menjanjikan kita kebaikan yang lebih besar dari dunia dan
seisinya, yaitu shalat fajar sebelum shubuh, tapi kita dengan entengnya
datang ke masjid pas mepet, atau bahkan tidak shalat di masjid.
Contoh
lain lagi, Allah menjanjikan 10 kebaikan setiap kita membaca 1 huruf Al
Qur'an. Tapi bahkan sering Al Qur'an tidak kita ajak interaksi
seharian. Kadang murabbi kita meminta kita untuk Tahfidz,
menghafal Al Qur'an semampunya. Tapi baru saja kita merasa capek kita
sudah menyerah begitu saja.
Coba ingat ketika Abdullah Azzam
diminta gurunya untuk lari mengitari lapangan semampunya. Ketika
kawan-kawannya tumbang kecapekan, Abdullah Azzam terus lari sampai
akhirnya berhenti ketika pingsan.
Maka, malai dari sekarang, yuk
coba ubah mindset kita, sengotot-ngototnya kita mengejar Dunia, mungkin
yang kita sekop adalah sebatas pasir, yang kebaikannya hanya kecil bagi
kita.
Kita ubah mindset kita untuk menyekop kebaikan-kebaikan yang Allah siapkan, kita sekop dengan tenaga semampu apa yang kita miliki. Karena yang di janjikan tidak tanggung-tanggung, yaitu surga. InsyaAllah.
“Sesungguhnya orang-orang yang berbuat kebajikan minum dari piala (berisi minuman) yang campurannya adalah air kafur, (yaitu) mata air (dalam surga) yang daripadanya hamba-hamba Allah minum, yang mereka dapat mengalirkannya dengan sebaik-baiknya” (QS. Al Insan : 5-6).
Abdurahman Al Faruq
4 September 2019/4 Muharram 1441
Cerita didapat dari Ustadz Ahmad Suyono, Ketua Ikatan Dai Malang, dengan sedikit modifikasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar