Abad
15, Di Penjuru Granada, Andalusia
Dindingnya
masih merah kekuningan, sama seperti ketika ia dilahirkan dan dibesarkan. Dari
posisinya, ia bisa melihat taman istana nya dengan indah, disana ada kolam
dengan hiasan tumbuhan asli, ada juga 12 patung singa megah yang dirawat dengan
sebaik-baiknya oleh penjaga istana.
Lalu
ia berjalan lagi, dari sisi istana, ia bisa melihat indahnya ruangan-ruangan
yang dibangun dengan arsitektur indah dan megah. Terdapat Ruangan Al-Hukmi
(Baitul Hukmi), ruangan pengadilan dengan luas 15 m x 15 m yang dibangun oleh
leluhurnya Sultan Yusuf I dari Bani Anhar.
Selain
itu ia sempatkan mengunjungi Jennat Al-Arif atau biasa disebut dengan Garden of
the Architect, sebuah vila khusus raja yang berada di ujung taman Alhambra. Di
tempat ini, ia bisa melihat langsung pemandangan Albayzin --sebuah perkampungan
Arab-- sehingga membuatnya dengan mudah melihat dan mengontrol keseharian
rakyatnya.[1]
Dibalik
Jalan-jalan singkatnya di Istana Alhambra, Sultan Muhammad XII tidak pernah
menyangka bahwa itulah “safari” terakhirnya di Istana Megah tersebut,
satu-satunya benteng terakhir Umat Islam di semenanjung Andalusia. Ia menyesal,
mengapa dalam hidupnya tidak membakar semangatnya untuk berjihad, ia menyesal
karena dalam hidupnya hanya sibuk dengan intrik keluarganya, yang membuat ia
lupa bahwa orang kafir sedang bersiap menghabisi umat muslim di balik benteng.
Diluar
sana, Kerajaan Aragon yang dipimpin oleh Raja Ferdinand dan Kerajaan Castilla
yang dipimpin oleh Ratu Isabella sedang melakukan penggabungan kedua kerajaan
besar, Kaum muslimin sedang lemah karena masalah intrik didalam kerajaan. Maka
lengkaplah sudah kehancuran benteng terakhir kaum Muslimin tersebut.
The Capitulation of Granada by F. Pradilla: Muhammad XII (Boabdil) surrenders to Ferdinand and Isabella. |
Tepat
pada tanggal 25
November 1491, Perjanjian Granada menandai penyerahan Kerajaan Granada kepada Kerajaan
Kristen Spanyol. Satu dasawarsa kemudian, pemurtadan besar-besaran terbesar
terjadi menyebabkan terusirnya kaum muslimin di tanah Andalusia. Secara umum,
berakhirlah kependudukan Kaum Muslimin di Andalusia, setelah 7 Abad berkuasa.
Dan jika Kami
hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang
hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan
kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya
perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu
sehancur-hancurnya.
(QS AL
ISRA’ :16)
Markaz Dakwah Kota Malang
Malang, 10 Juli 2018
[1] https://kumparan.com/@kumparannews/sejarah-keindahan-istana-alhambra-di-spanyol
Diakses 6 Juli 2018 Pukul 22.10