Kamis, 18 Agustus 2016

71 Tahun Indonesiaku


Pin Tauhid Laskar Hizbullah (Sumber : Islamedia / Musium KNIL Belanda)

“Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur…”
Alinea ke 3 UUD 1945

Adalah salah satu kutipan yang tidak bisa diubah oleh siapapun selama negara ini berdiri. Tak ada yang berhak mengganti eksistensi islam dalam berdirinya negeri ini. Perlu diketahui, Undang-Undang Dasar 1945 bersifat pakem, tidak ada yang mengubahnya yang berarti sama dengan membubarkan negara ini, yang berarti mengganti ideologi dan jati diri negeri ini. Tiga belas kalimat diatas perlu di pahami, dimana Ulama Indonesia pada zaman kemerdekaan ingin menyampaikan pesan bahwa, negeri ini berdiri atas Rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan di buktikan dengan ikhtiar-ikhtiar luhur pendahulu negeri ini. Yang sekali lagi, siapapun tidak bisa merubah kalimat tersebut, satu katapun, selama negari ini berdiri.

                Kita, sebagai kaum muslimin harusnya bersyukur karena kalimat tersebut tidak dicoret seperti halnya tujuh kata dari Djakarta Charter, atas lapang dada dan legowo nya jiwa para ulama di zaman kemerdekaan. Namun sangat di sayangkan, atas ke ”lapang dada” an ulama muslim zaman kemerdekaan, malah di multi tafsirkan oleh kaum sekuler untuk mengurangi hak konstitusi kaum muslimin itu sendiri. Namun dengan adanya kutipan alinea ke tiga dari UUD 1945 tersebut. Memberikan asa dalam sejarah indonesia. Dimana eksistensi islam masih melekat dalam jati diri bangsa ini. Menjadi contoh tekstual yang kuat yang tidak mudah untuk di multi tafsirkan oleh orang-orang sekuler yang berusaha menjauhkan islam dalam sejarah bangsa indonesia.

                Sepak terjang perjuangan indonesia tidak bisa dipungkiri dalam sejarah kemerdekaan Indonesia. Mulai dari Sultan Baabullah yang mengusir portugis dari ternate dengan senjatanya panah api beracun, Adipati Unus yang mengerahkan armada kapalnya, mengarungi lautan indonesia demi mengusir portugis dari malaka, Pattimura yang sejarahnya dibelokkan sebagai pemeluk nasrani, hingga resolusi jihad oleh ulama jawa timur untuk melawan penjajah pada 10 November 1945 di surabaya. Semuanya terangkum dalam sejarah emas indonesia.

 Masih banyak lagi pejuang islam yang menorehkan sejarahnya mengusir penjajah, dan mungkin tak terkenal di buku-buku pelajaran di kurikulum pendidikan sejarah. Maka itu kita sebagai kaum muslim patut berbangga dengan perjuangan para rois yang ulama pendahulu kita, serta mengorek pengaruh islam terhadap kemerdekaan indonesia. Muhammad Natsir, seperti yang disampaikan dalam orasi ilmiah Dr. Adian Husaini di Masjid Al Furqon di Jakarta pada tahun 2009, menyampaikan terdapat tiga tantangan dakwah di Indonesia. Ada tiga hal yang perlu di waspadai. Yang pertama adalah pemurtadan, yang kedua adalah sekulerisasi, dan yang terakhir adalah nativisasi.

Pemurtadan di Indonesia sangatlah gencar, sudah bukan rahasia umum bahwa indonesia sudah mengalami krisis pemurtadan. Pemurtadan terselubung tersebut mengincar kalangan yang menengah kebawah. Tentu kita tidak bisa diam begitu saja, mulai dari hal kecil, membantu saudara terdekat terlebih dahulu secara materi maupun aqidah. Karena, kaum muslimin pun juga harus mengintrospeksi, dengan kepeka an sosial dengan membantu saudara seiman agar tidak terjerumus dalam jurang pemurtadan. Tetapi juga tegas kepada orang-orang non muslim yang menyebarkan agama mereka kepada saudara-saudara seiman yang dimainkan aqidahnya begitu saja.

Masalah kedua adalah tentang sekulerisasi. Sekulerisasi merupakan paham dimana agama dan negara harus terpisahkan satu sama lain. Kita sebagai seorang muslim hendaknya tidak meng iya kan sekulerisasi. Karena pada dasarnya, Allah mengutus Rasulullah untuk dijadikan contoh yang real. Dimana setiap sunnah yang di terapkan rosulullah perlu dijadikan panutan bagi setiap muslim. Mulai dari contoh yang kecil seperti memasuki kamar mandi, hingga contoh yang besar seperti bernegara, semuanya diatur dalam Al Qur’an dan As Sunnah, kita sepatutnya sebagai seorang muslim tidak memisahkan keduanya (red - agama dan negara).

Yang ketiga dan yang masih menyambung dengan bahasan kita di awal, yaitu nativisasi. Sedikit belajar tentang Nativisasi, nativisasi adalah usaha-usaha untuk mengembalikan pemikiran-pemikiran orang Indonesia, kepada sesuatu yang di anggap ‘native’ atau ‘asli’. Orang-orang liberal menjadikan paham ini untuk menyerang paham islam yang sudah mengakar pada sebuah daerah di Indonesia. Sehingga paham islam yang secara sudah mengakar dalam kehidupan masyarakat tercerabut begitu saja di kalangan masyarakat. Paham ini menghilangkan nilai-nilai islam di Indonesia dan membawa masyarakat menjadi primitif jauh kebelakang.

Dalam momen 17 agustus ini, banyak hikmah yang bisa kita petik, dimana islam dan jiwa nasionalis dalam islam itu sendiri tidak bisa dipisahkan. Mendengar Bung Tomo melontarkan takbir dalam akhir orasinya, maka tak bisa dipungkiri bahwa nasionalisme melekat pada nilai-nilai islam, ketika kita melihat sejarah islam yang penuh peluh dan darah dalam perjuangannya, maka akan sayang sekali, jati diri islam yang diturunkan oleh pejuang islam pada masa kemerdekaan hilang begitu saja. Kita perlu menyadarinya sebagai seorang muslim, yang memiliki kewajiban untuk menyampaikan syiar ulama terdahulu. Menjadikan Islam tumbuh subur di Indonesia, seperti yang diharapkan para ulama. 

“Untuk menghancurkan suatu bangsa / negara, maka hancurkan ingatan (sejarah) generasi mudanya!”
Asep Kambali

Yuk belajar sejarah kita sendiri, belajar sejarah Islam di Indonesia


01:18
18 agustus 2016
Dirgahayu Indonesiaku

Abdurahman Al Faruq
Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Brawijaya
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar