Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa
di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan
suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai- Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang
yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad
dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela.
Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan
Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.
(QS Al Ma’idah 5 : 54)
Sebelumnya
saya buka dulu dengan ayat diatas, karena kenyataannya, banyak hal yang perlu
kita renungi dari ayat tersebut. Mungkin dalam kehidupan sehari-hari banyak
kita menemukan fenomena, dimana antar harokah atau pergerakan yang saling
menyudutkan, saling beradu hujjah yang tidak ada habisnya, bahkan bermusuhan
hanya karena berbeda dalam salah suatu pedapat , padahal dalam kenyataannya
mereka sesama muslim, sesama saudara nya, yang memiliki satu tujuan, yaitu
mensyi’arkan islam ke penjuru bumi.
Sedangkan,
ketika kita berhadapan dengan orang yang non muslim malah kita memberikan sikap
yang sebaliknya. Memberi pembenaran dalam berbagai aspek. Memberi pembenaran
boleh saja, malah islam mengharuskan bersikap adil kepada non muslim sekali pun,
tapi ketika sudah masuk dalam ranah yang tak bisa ditolerir, kita wajib tegas
kepada mereka (baca : Non Muslim). Atas dasar pluralisme, toleransi serta
relativisme, sebagian orang membela mati-matian terhadap non muslim atau boleh
dibilang kepada orang kafir. Sebagai contohnya adalah pembenaran terhadap LGBT,
pembenaran atas semua agama adalah sebuah kebenaran, dan lain sebagainya.
Hal
tersebut tentunya kontras dengan apa yang diperintahkan Allah dalam QS Al
Maidah ayat 54 diatas. Hendaknya ketika kita bertemu dengan saudara kita sesama
muslim. Minimal memberikan senyuman yang tulus. Memulai untuk mengucapkan salam
ketika bertemu, walaupun saudara kita berbeda dalam harokah atau pergerakannya.
Lha wong dalam kenyataannya, ketika
sudah mendengar kabar tentang saudaranya berbeda harokah, sudah muncul feel
atau dzon yang buruk satu sama lain. Padahal belum bertemu satu sama lain.
Bandingkan ketika bertemu sudah memberikan salam terlebih dahulu. Memberikan
senyuman yang tulus, lalu kemudian disusul dengan tawaran makan bersama, njajakne. Ketika semuanya berjalan baik
maka akan terjadi diskusi didalamnya. Boleh berbeda pendapat, tapi kembali ke
ayat tadi, bersikap lemah lembut terhadap sesamanya, maka akan terjalin diskusi
yang sehat antara satu sama lain.
Tentu
saja hal tersebut sangat indah ketika bisa terealisasi. Dengan memulai hal
kecil tersebut, akan tercipta kerukunan dalam berharokah. Hingga pada suatu
saat dan bahkan sudah terealisasi akan terjadi suatu sinergi dalam harokah satu
dan yang lainnya. Maka akan ada mimpi dimana ketika saudara muslim di Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia misalkan
meminta perlindungan di parlemen kepada Partai Keadilan Sejahtera, maka akan di
cover antar jamaah. Pun sebaliknya, Ketika Partai Keadilan Sejahtera tertimpa
musibah tekanan dari media. Pers, atau media cetak maupun elektronik dari
Hidayatullah milik Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia akan memberikan berita yang
menjadi cover bagi jamaah lainnya. Begitu pula kawan Muhammadiyah yang
memberikan perlindungan dalam kasus siyono tempo waktu yang lalu. Yang akhirnya
memberikan pelajaran penting untuk negeri ini. Semuanya dimulai dengan hal
kecil tersebut. Senyum, salam dan njajakne.
Oh Ya, bicara njajakne, selalu ada hal yang bisa kita
bicarakan tentang makanan. Makanan menjadi sesuatu yang vital dalam pertemuan.
Setiap bertamu, tidak ahsan rasanya ketika tak ada suguhan dalam
penyambutannya. Ketika berkunjung di tempat jauh, makanan selalu jadi oleh-oleh
untuk dibawa pulang. Bahkan ketika kita mukhoyyam, salah satu momen yang di
kenang adalah ketika kita sedang masak bersama. Itulah makanan, tak hanya
menjadi suplier untuk menguatkan fisik, lebih dari itu, ia menguatkan ukhuwwah
diantara al akh.
Benar kok, makanan menjadi wasilah yang tepat
untuk menguatkan ukhuwah antara sesama saudara. Ketika kita liqo misalnya,
makanan menjadi unsur yang penting didalamnya. Dalam hal lain seperti ketika
ramadhan, maka tak ahsan kalo ndak ada buka bersama di rangkaian ramadhan kita.
Yah, bener juga ya apa yang disampaikan Ust Felix
Siauw
“Witin Tresno Jalaran Soko Kuliner”
Hehe..
Yuk Rekatin Ukhuwah antar sesama
#IslamBersatu #RekatinUkhuwah
02:18
Boyolali 11-8-2016
Inspirasi setelah Liqo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar