Kamis, 11 Agustus 2016

Witing Tresno Jalaran Soko?





Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai- Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.
(QS Al Ma’idah 5 : 54)

Sebelumnya saya buka dulu dengan ayat diatas, karena kenyataannya, banyak hal yang perlu kita renungi dari ayat tersebut. Mungkin dalam kehidupan sehari-hari banyak kita menemukan fenomena, dimana antar harokah atau pergerakan yang saling menyudutkan, saling beradu hujjah yang tidak ada habisnya, bahkan bermusuhan hanya karena berbeda dalam salah suatu pedapat , padahal dalam kenyataannya mereka sesama muslim, sesama saudara nya, yang memiliki satu tujuan, yaitu mensyi’arkan islam ke penjuru bumi.

                Sedangkan, ketika kita berhadapan dengan orang yang non muslim malah kita memberikan sikap yang sebaliknya. Memberi pembenaran dalam berbagai aspek. Memberi pembenaran boleh saja, malah islam mengharuskan bersikap adil kepada non muslim sekali pun, tapi ketika sudah masuk dalam ranah yang tak bisa ditolerir, kita wajib tegas kepada mereka (baca : Non Muslim). Atas dasar pluralisme, toleransi serta relativisme, sebagian orang membela mati-matian terhadap non muslim atau boleh dibilang kepada orang kafir. Sebagai contohnya adalah pembenaran terhadap LGBT, pembenaran atas semua agama adalah sebuah kebenaran, dan lain sebagainya.

                Hal tersebut tentunya kontras dengan apa yang diperintahkan Allah dalam QS Al Maidah ayat 54 diatas. Hendaknya ketika kita bertemu dengan saudara kita sesama muslim. Minimal memberikan senyuman yang tulus. Memulai untuk mengucapkan salam ketika bertemu, walaupun saudara kita berbeda dalam harokah atau pergerakannya.

                Lha wong dalam kenyataannya, ketika sudah mendengar kabar tentang saudaranya berbeda harokah, sudah muncul feel atau dzon yang buruk satu sama lain. Padahal belum bertemu satu sama lain. Bandingkan ketika bertemu sudah memberikan salam terlebih dahulu. Memberikan senyuman yang tulus, lalu kemudian disusul dengan tawaran makan bersama, njajakne. Ketika semuanya berjalan baik maka akan terjadi diskusi didalamnya. Boleh berbeda pendapat, tapi kembali ke ayat tadi, bersikap lemah lembut terhadap sesamanya, maka akan terjalin diskusi yang sehat antara satu sama lain.
                Tentu saja hal tersebut sangat indah ketika bisa terealisasi. Dengan memulai hal kecil tersebut, akan tercipta kerukunan dalam berharokah. Hingga pada suatu saat dan bahkan sudah terealisasi akan terjadi suatu sinergi dalam harokah satu dan yang lainnya. Maka akan ada mimpi dimana ketika saudara muslim di  Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia misalkan meminta perlindungan di parlemen kepada Partai Keadilan Sejahtera, maka akan di cover antar jamaah. Pun sebaliknya, Ketika Partai Keadilan Sejahtera tertimpa musibah tekanan dari media. Pers, atau media cetak maupun elektronik dari Hidayatullah milik Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia akan memberikan berita yang menjadi cover bagi jamaah lainnya. Begitu pula kawan Muhammadiyah yang memberikan perlindungan dalam kasus siyono tempo waktu yang lalu. Yang akhirnya memberikan pelajaran penting untuk negeri ini. Semuanya dimulai dengan hal kecil tersebut. Senyum, salam dan njajakne.

Oh Ya, bicara njajakne, selalu ada hal yang bisa kita bicarakan tentang makanan. Makanan menjadi sesuatu yang vital dalam pertemuan. Setiap bertamu, tidak ahsan rasanya ketika tak ada suguhan dalam penyambutannya. Ketika berkunjung di tempat jauh, makanan selalu jadi oleh-oleh untuk dibawa pulang. Bahkan ketika kita mukhoyyam, salah satu momen yang di kenang adalah ketika kita sedang masak bersama. Itulah makanan, tak hanya menjadi suplier untuk menguatkan fisik, lebih dari itu, ia menguatkan ukhuwwah diantara al akh.

 Benar kok, makanan menjadi wasilah yang tepat untuk menguatkan ukhuwah antara sesama saudara. Ketika kita liqo misalnya, makanan menjadi unsur yang penting didalamnya. Dalam hal lain seperti ketika ramadhan, maka tak ahsan kalo ndak ada buka bersama di rangkaian ramadhan kita.

Yah, bener juga ya apa yang disampaikan Ust Felix Siauw
“Witin Tresno Jalaran Soko Kuliner”
Hehe..

Yuk Rekatin Ukhuwah antar sesama
#IslamBersatu #RekatinUkhuwah

02:18
Boyolali 11-8-2016
Inspirasi setelah Liqo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar